Nama ( NIM ) : Siti Farisma (180341011)
Program Studi : Pendidikan Matematika
Semester/ Kelas : III/IIIA
Dosen Pengampu : Eka Rachma Kurniasi, M.Pd.
Instansi : STKIP Muhammadiyah Bangka Belitung
Salah
satu topik panas dalam dunia pendidikan dan menjadi pro-kontra di masyarakat
Indonesia adalah perihal penghapusan UN yang akan dilaksanakan pada tahun 2021
mendatang oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim. Penghapusan
ini dilakukan agar siswa tidak hanya kuat dari segi penghapalan tetapi juga
kuat dari segi kognitif dan sikap. Oleh karena itu, digantikanlah UN dengan
sistem baru, yaitu asesmen kompetensi dan survey karakter.
Sistem
asesmen kompetensi dan survey karakter ini berupa kombinasi antara literasi,
numerasi, dan penguatan pendidikan karakter yang nantinya akan diterapkan pada
siswa di pertengahan jenjang sekolahnya, yang mana siswa diupayakan agar bisa lebih
mengasah kemampuan memecahkan masalah baik berupa angka ataupun kasus, dan
untuk sistem penilaiannya diserahkan kembali ke sekolah.
Dari hal
tersebut, perlukah UN dihapus?
Menurut
saya akan banyak masalah yang muncul jika UN dihapus.
Pertama, masalah standar kelulusan. Jika UN
dihapus maka tidak ada standar kelulusan yang menentukan seorang siswa lulus atau
tidak lulus dari sekolahnya maupun diterima atau tidak diterima di sekolah
jenjang berikutnya. Selain itu, karena kelulusan diserahkan ke sekolah dan
hanya mengacu pada masing-masing sekolah, hal itu memungkinkan terjadinya perbedaan
penetapan kelulusan serta terjadinya nilai yang disulap. Namun, jika UN tetap
diterapkan maka standar kelulusan jelas, tidak terjadi manipulasi nilai, dan
pastinya standar tersebut berlaku secara nasional.
Kedua, membuat
siswa lebih malas belajar. Jika UN dihapus maka akan terjadi peningkatan anak
malas belajar. Kenapa?, karena tidak bisa dimungkiri selama UN masih ditetapkan,
banyak siswa yang malas belajar apalagi jika dihapuskan. UN bukan hanya menjadi
penentu kelulusan saja. Dengan adanya UN akan mendorong siswa untuk semangat
belajar dan tahu arti kerja keras, bukan hanya nasib untung saja. Siswa akan
lebih menghargai hasil yang dia terima karena sesuai dengan kemampuannya dan
menghargai jerih payah kedua orang tuanya yang berusaha memberikan yang terbaik
demi masa depannya.
Ketiga,
saya tidak setuju dengan pendapat bahwa UN dihapus karena memberatkan hapalan dan daya ingat. UN ditujukan untuk
melatih pengetahuan yang kita pelajari ke dalam soal dengan berbagai tingkatan.
Dapat
kita pahami bahwa, tanpa membaca, mendengar, mengingat dan menghapal, kita
tidak mungkin bisa melakukan sesuatu dengan baik, apalagi memecahkan masalah.
Jika tidak berusaha keras bagaiman mungkin siswa bisa maju. Misalnya dengan
menghapal rumus matematika, tabel periodik unsur, dan lain-lain.
Sekarang
ini adalah era digital, semua orang mempunyai gawai begitu juga siswa. Dalam keseharian
saja, siswa lebih senang menghabiskan waktu dengan bermain media sosial, game,
dan mencari jawaban instan di internet daripada melatih diri dengan membedah materi
dan soal di buku. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi daya ingatnya.
Keempat,
dalam hal survey karakter. Menurut saya daripada hanya menjawab soal survey
saja. Lebih baik langsung dilihat dalam penerapannya di kehidupan. Ini dikarenakan,
pendidikan karakter merupakan pengetahuan dasar yang harus dimiliki setiap
orang mengenai baik dan buruk. Tapi jika siswa sudah bisa melaksanakannya
dengan benar dalam kehidupan sehari-hari maka sudah pasti baik.
Kelima, mengenai UN menjadi momok bagi siswa
menurut saya adalah hal yang tidak perlu terlalu dilebih-lebihkan. Karena,
tanpa adanya rintangan maka kita tidak akan tahu seberapa besar kemampuan kita.
Jangan anggap UN itu adalah penghambat. UN termasuk dari bagian kita untuk
menuntut ilmu agar semakin tinggi derajat kita. Jadi, daripada mengeluhkannya
lebih baik mempersiapkannya dengan bersungguh-sungguh baik dari doa maupun
usaha. Jika kita menerapkan budaya disiplin maka mengerjakan UN tidaklah
sesulit yang kita bayangkan.
Dari penjabaran diatas, pendapat saya mengenai
UN yang dihapuskan adalah tidak setuju. Karena kita memerlukan standar
kelulusan yang bersifat nasional, bukan tidak rata. Namun, untuk hal program
lain yang dilaksanakan sepeti penerapan soal PISA maupun TIMSS, keringanan
tugas guru, kemudahan dalam pembelajaran untuk siswa dan gebrakan maju lainnya,
saya sangat setuju. Karena, kita perlu inovasi dalam pendidikan agar bisa
menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan teknologi. Namun, jika tidak ada
standar yang ditetapkan maka akan mempersulit kita untuk mengetahui kemampuan
siswa terhadap soal yang telah dibuat. Sehingga kita tidak bisa mengevaluasi
soal untuk kedepannya. Oleh karena itu, saran saya daripada UN dihapuskan lebih
baik menyederhanakan komponen di dalamnya, seperti menyesuaikan soal-soal dengan
tingkat pemahaman dan kemampuan siswa, memasukkan strategi assesmen kompetensi di dalamnya, serta menetapkan satu buku panduan untuk
ujian nasional yang sesuai dengan materi dan soal yang akan diujiankan.
Demikian
pendapat saya mengenai penghapusan Ujian Nasional. Melalui tulisan ini, saya
tidak bermaksud menyinggung pihak manapun, melainkan hanya beropini dan sedikit
memberikan masukkan mengenai judul tersebut. Sekian dan terima kasih.
Bagaimana dengan Anda ?
Ayo, sampaikan pendapatmu di kolom komentar ya !
Fb : Farisma 'SANNY'
Ig : sitifarisma11
wa : 083175127421
Telegram : sitifarisma
Link Terkait:
https://nasional.kompas.com/read/2019/12/12/17472351/rapat-di-dpr-nadiem-paparkan-alasan-hapus-un-materi-padat-ujungnya-menghafal
https://edukasi.kompas.com/read/2019/12/12/12464431/pengganti-un-menilai-kemampuan-literasi-dan-numerasi-apa-itu
WIBhttps://nasional.kompas.com/read/2019/12/13/07265181/saat-nadiem-wacanakan-ganti-sistem-ujian-nasional?page=all
https://news.detik.com/pro-kontra/d-4819075/nadiem-vs-jk-beda-pendapat-soal-ujian-nasional-dihapus-kamu-tim-siapa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar